Yudipram Knowledge Brokering Forum

observe, think, feel, & speak up !!!

Customer (Mono) Loyalty is Dying……. (by Yudi Pram)

Posted by yudipram on June 23, 2008

Statement pada judul di atas adalah kesimpulan kami, atas survey  yang  dilakukan setelah secara periodik, selama 4 (empat) tahun berturut-turut 2005,2006,2007,2008 dilakukan survey terhadap para pelanggan jasa telepon di 3 (tiga) kota besar Jakarta, Bandung, dan Surabaya.  Boleh dibilang ini adalah longitudinal study, dilakukan secara beruntun dengan interval waktu yang sama. Dalam survey yang biasa dilakukan antara bulan Mei – Juni ini, Saya bersama tim, menemukan bahwa angka pelanggan yang menggunakan jasa dari beberapa operator sekaligus cenderung meningkat. Pelanggan seperti ini kami istilahkan dengan pelanggan multi operator. Dari hanya belasan persen (% ) pada tahun 2005, meningkat terus hingga angkanya berada dalam kisaran 30-40 %. Jadi sudah tidak ada lagi perilaku loyal pada satu operator saja. Layaknya seorang playboy, palanggan telepon sekarang cederung menggandeng sekaligus beberapa operator sebagai mitra pemenuh kebutuhan telekomunikasinya. Si pelanggan multi operator ini beberapa menit menggunakan jasa dari satu operator, setelah selesai, di beberapa  menit yang lain mereka dapat segera menggunakan jasa operator yang lain. Apalagi jika mereka termasuk kelompok hypercallmaker, pelanggan yang  hobinya nelepon sampai kuping panas. Pelanggan ini  kuat berlama-lama menelepon, mungkin karena didoping viagra atau sejenisnya.  

 

Fenomena ini jelas sangat bertolak belakang dengan keadaan 15 tahun yang lalu. Pada saat itu, pengguna telepon hanya bisa menggunakan satu telepon rumah secara rame-rame:  ayah, ibu, teteh, dan ade, kaya pake kijang. Sekarang ini, saatnya pembalasan dendam telah tiba, arogansi operator telepon telah dipatahkan oleh mekanisme suplai-demand. Saatnya teori Adam Smith beraksi, invisible hand telah datang.  Kalau dulu pelanggan mengemis-ngemis, rela menjadi daftar tunggu pelanggan telepon, sekarang satu orang bisa menggunakan beberapa operator sekaligus. Kalau anda memiliki 2 saku baju, 4 saku celana, dan 3 saku jaket/jas, sekarang semuanya bisa diisi oleh handphone dengan kartu dari operator seluler yang berbeda. Karena sekarang ini tercatat ada 10 operator dengan beberapa produk kartu seluler setiap operatornya. Kehiduan memang roda yang berputar. Posisi di atas atau di bawah tinggal menunggu waktu saja. Saya tidak tahu, apakah ini karena mereka  terimbas virus ayam bakar wong solo, atau karena mengikuti sunnah rasul hahahaha…. Tapi message dari hasil penelitian  yang kami lakukan, bahwa ada beberapa hal yang perlu diwaspadai para operator terkait dengan fenomena  playboynism ini, antara lain:

 

§   Klaim sebagai market leader dalam industry jasa telepon tidak dapat lagi didasarkan pada jumlah pelanggan dimiliki. Jumlah pelanggan doesn’t mean anything since they  pay nothing untuk berstatus sebagai pelanggan yang ditunjukan dengan kepemilikan nomor telepon. Operator ga dapet duit speserpun dari jumlah pelanggan yang banyak, karena pada umumnya mereka pelanggan pra bayar yang tidak dikenakan biaya bulanan atau abonemen. Jadi buat apa pelanggannya puluhan juta kalau ga pernah make atau ga cukup aktif

 

§   Pelanggan baru membayar dan menjadi sumber pendapatan produktif bagi operator kalu mereka menggunakan telepon dengan aktif. Oleh Karena itu, ukuran keberhasilan atau Key Performance Indicator program pemasaran   sebaiknya digeser dari hanya sekedar jumlah pelanggan ke peningkatan volume penggunaan per pelanggan (Average Revenue Per User/ ARPU).

 

§   Program pemasaran yang meningkatkan usage, menjadi lebih penting dibanding dengan program yang hanya sebatas mencari pelanggan baru. Upaya peningkatan user harus segera dibombardir dengan upaya peningkatan usage. Namun usage yang didorong, harus usage yang berbayar. Tidak ada gunanya kalau sebatas usage yang memanfaatkan bonus gratis. Disinilah pentingnya membundling program peningkatan usage dengan penjualan content yang berbayar

 

§   Angka churn dalam pengertian berpindah operator secara permanen, tidak cukup untuk digunakan sebagai ukuran menurunnya daya tarik layanan terhadap pelanggan. Yang terjadi sekarang adalah churn temporer, yaitu telepon tidur atau pingsan sesaat karena pelanggan sedang kepincut program promosi yang dilakukan oleh operator lain. Oleh karena itu, retaliasi strategi sangat penting dilakukan ketika satu operator menjalankan programnya. Adu kreatif dan kecepatan antar operator akan menjadi penentu siapa yang akan berhasil menjadi pemenang.

 

Fenomena seperti yang saya digambarkan di atas, sebenarnya telah terlebih dahulu terjadi di industry kartu kredit dan kartu debet. Dalam mengkonsumsi produk-produk perbankan, pada umumnya tidak ada satu nasabahpun yang mono loyal. Apalagi setelah musimnya penutupan bank-bank nasional karena pimpinan dan pemiliknya kleptomania, duit nasabah di makan dan dibawa kabur.  Nasabah bank pada saat ini pasti memiliki rekening dibeberapa bank,  dan menggunakan jasa keuangan dari beberapa provider sekaligus. Selain untuk menyebar resiko, pada umumnya service yang diberikan bank pun satu sama lain pada dasarnya saling melengkapi.

 

Jadi apa yang harus dilakukan oleh pada operator telepon? Untuk memenangkan persaingan, mau tidak mau kreativitas dan kecepatan akan menjadi penentu. Kunci dari ini sebenarnya ada pada SDM nya yang slalu fresh dan antusias dalam bekerja. Operator yang SDMnya tua, lamban, dan tidak kreatif namun sok jago, akan segera menjadi pecundang. Ini bisa diibaratkan istri tua yang ngga bisa dandan, gemuk, dan kerjanya tidur melulu.  Operator ini akan segera kena talak 3, (alias churn permanen) karena pelanggan sudah menemukan operator lain sebagai istri ke lima yang cantik singset seksi gesit dan bisa dibanggakan didepan umum.  Jadi, kalau mau tetap eksis harus rajin berbenah dan melakukan perbaikan layanan.  Biar kata mirip buaya,……bagiku luna maya,…o..o ! Ay laf yu biybeh ……, kata the changcuters.

 

9 Responses to “Customer (Mono) Loyalty is Dying……. (by Yudi Pram)”

  1. dheno said

    ay termasuk yang setia sama 2 operator aja pak,..ngga cari banyak2 operator lain buat dijadiin *selingkuhan* …kalo pake 4 sampe 5 nomer dari operator yang berbeda bikin pusing, orang2 jadi bingung ntar… paling save sampai saat ini, pake 2 nomer, 1 pake no op GSM dan 1 nya lagi pake no op CDMA…kalo gini berarti nggak mono loyal ya??? …

    *btw itu gambar semua operator yang udah kena talak ya pak ?” :D*

  2. MaYa MarmotH said

    pa yP…
    Angka pelanggan multi operator ini berbanding lurus dengan konsumsi handset nya ga?
    Klo 5 nomer satu handset seh, wah keder jg qta neh mesti bolak-balik plug unplugged sim card, apalagi klo smua operator yg di pke ngasih promo unggulan smuah..
    Ya ibarat kata, Drupadi ma Pandawa geto deh
    Terus sample riset ini syapa… klo jd pelanggan multi operator at least mesti kenceng duwidh nya kalee.
    Klo fungsinya beda gimana, Pa? beda operator neh CDMA buat tlp. trus GSM buat SMS trus GSM satu lageh buat nge-Net… Nah Lhooo.. Setia ga tuh
    (^_^)v

  3. dhausz said

    Tapi pak,, tidak smua laki laki (kata lagu dangdutmah) tidak smua pelanggan dapat dengan mudah berganti operator, ketika ada service failure suatu operator, terkadang meskipun jengkel karena nomor udha dikenal, pelanggan jadi malas untuk menggantinya, , ,

    seperti saya:
    Setia dengan Indosat ( > 4tahun) meskipun coba coba produk baru seperti 3 dan Axis,
    dan mencoba setia juga dengan Flexi (tadinya Esia, karena kampus mewajbkan, berpindalah ke lain hati)

    berpindah karena suatu keharusan, buakn hanya krn gimmick yang ditawarkan operator yang terkadang menjebak. . .

    Program pemasaran yang meningkatkan usage, menjadi lebih penting dibanding dengan program yang hanya sebatas mencari pelanggan baru.

    padahalklan mempertahankan pelanggan jauh lebih hemat dibandingkan mesti terus menarik pelanggan baru dan membeiarkanpelanggan lama. . . sayang, saat ini aja turun harga, kualitas ikutan turun. .
    payah ya pak. . . 🙂

    me

  4. Krysnowide said

    Wah artikelnya bagus bener pak… Tapi kalo penerapan id number sudah dikuasai pemerintah, bukan milik individual (seperti di Jepang), piye yogh pak?

  5. Aestikani said

    Meski era multi operator mewabah, namun tetap saja akan ada trade-off antara kualitas dengan harga dan revenue.

    So pilih mana, udah hidup dimadu (diselingkuh customer) dan revenue kembang-kempis atau hidup dimadu tapi masih dapat biaya hidup (minimal cash flow lancar lah..)hheheheh..

  6. Wah Mbak Aestikani, saya setuju tuh klo ada trade-off untuk aktifitas trading kaya gini…
    Tapi saya ogah di madu biar kata cash flow lancar..
    Btw ini artikel tentang operator seluler yg tumbuh bagai cendawan di musim hujan ataw tentang poligami (dan poliandri) hehehe
    Pa yP… Nah Lho, tanggung jawab!

  7. unknown said

    Suara Konsumen:
    Saya jg tetap setia ma salah satu operator GSM (>4 tahun) + CDMA, walopun kampus jg menganjurkan kartu flexi sbgai kartu CDMA, saya te2p ‘g t’giur ma tarif promosi 0 rupiah. gretongan??? msi jaman yah, mending yg pasti2 aj deh yg ‘g perang tarif. ngikutin perang tarif? capeee deee…

  8. Antemefen said

    http://jgrtyjp.com/

  9. Northewo said

    http://portyeug.com/

Leave a reply to Northewo Cancel reply